HIDUPKU UNTUK NEGARAKU.

Hanya untukmulah seluruh yang aku dapatkan untuk membangun kemajuan negara kesayanganku yang selalu tercantum dalam jiwa dan ragaku ini, semoga perjuangan ini bermanfaat bagi negeriku. Rasa syukur saya panjatkan hanya kepdamu ya Allah swt dan bagi keluargaku SURRE TURUBUH semoga anakmu ini selalu menjadi yang terbaik didunia dan akhirat.....amin.
Powered By Blogger

16/02/10

SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara - Presentation Transcript

  1. Sistem Pemerintahan di Berbagai Negara XII IPS 2 Pendidikan Kewarganegaraan Anggota :
  2. PETA KONSEP Sistem Pemerintahan Pengertian Arti Luas Arti Sempit Klasik Republik Monarki (Kerajaan) Bentuk Pemerintahan Klasifikasi Sistem Pemerintahan Sistem Pemerintahan di berbagai negara Parlementer Parlemen satu kamar dan dua kamar Presidensil Referendum Sistem Pemerintahan USA Sistem Pemerintahan Inggris Sistem Pemerintahan Swiss Pengaruh Sistem Pemerintahan suatu negara terhadap negara-negara lain
    • Arti Luas
        • Suatu tatanan atau struktur pemerintahan negara yang bertitik tolak dari hubungan antar semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat (central government) dan bagian yang terdapat di dalam negara di tingkat lokal (local government).
    • Arti Sempit
        • Suatu tatanan atau struktur pemerintahan yang bertitik tolak dari hubungan sebagian organ negara di tingkat pusat, khususnya antara eksekutif dan legislatif.
    Pengertian Sistem Pemerintahan Next
    • A. Bentuk Pemerintahan Klasik
        • Pemerintahan klasik umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Dalam teori klasik, bentuk pemerintahannya dapat dibedakan berdasarkan jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
        • > Berikut Tokoh-tokoh yang menganut teori klasik adalah :
    Bentuk-bentuk pemerintahan
  3. Berikut bentuk pemerintahan menurut Aristoteles : Monarki Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum Tirani Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan pribadi Aristokrasi Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan demi kepentingan umum Oligarki Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan demi kepentingan kelompoknya Politeia Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum Demokrasi Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan demi kepentingan seluruh rakyat Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM) http:// id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles
  4. Berikut bentuk pemerintahan menurut Plato : Aristokrasi Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh kaum cendekiawan yang dilaksanakan sesuai dengan pikiran keadilan Oligarki Suatu bentu pemerintahan yang dipegang oleh golongan hartawan Temokrasi Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan Tirani Suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran (sewenang-wenang) sehingga jauh dari cita-cita keadilan Demokrasi Suatu bentuk pemerintahan yan dipegang oleh rakyat jelata Ajaran Plato (429 - 347SM) http:// id.wikipedia.org/wiki/Plato
  5. Okhlokrasi Aristokrasi Oligarki Demokrasi Tirani Monarki Berikut teori siklus pemerintahan menurut Polybios : Polybios terkenal dengan teorinya yang disebut cyclus theory , yang sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari ajaran Aristoteles dengan sedikit perubahan yaitu dengan mengganti bentuk pemerinatahan politeia dengan demokrasi. Ajaran Polybios (204-122 SM) http:// www.answers.com/topic/polybios Next
    • B. Bentuk Pemerintahan Monarki (Kerajaan)
        • Menurut Leon Duguit, bentuk pemerintahan dibagi menjadi pemerintah Monarki dan Republik. Perbedaan antar keduanya adalah pada kepala negaranya. Dikatakan Monarki jika kepala negaranya berdasarkan turun-temurun. Dan Republik jika kepala negaranya dipilih, bukan berdasarkan keturunan. Berkaitan dengan bentuk pemerintahan, Prof. Padmo Wahyono, S.H, berpendapat bahwa aristokrasi dan monarki merupakan bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik merupakan bentuk pemerintahan modern.
    >Adapun bentuk monarki ini dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
    • Monarki Absolut
        • Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan hukun dan undang-undang yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi.
    • Daftar negara-negara dengan sistem monarki mutlak
        • Arab Saudi (Raja Abdullah ibn 'Abd al 'Aziz Al Sa'ud)
        • Brunei (Sultan Hassanal Bolkiah Mu'izzadin Waddaulah )
        • Swaziland (Raja Mswati III)
        • Vatikan (Paus Benediktus XVI)
        • Di Yordania dan Maroko, rajanya mempunyai banyak kuasa tetapi tidak boleh dianggap sebagai monarki yang mutlak. Manakala di Liechtenstein, hampir dua-pertiga penduduknya yang berhak mengikuti pemilu telah memberikan hak veto kepada kepala negaranya Pangeran Hans-Adam II.
    • Monarki Konstitutional
        • Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki konstitusional adalah sebagai berikut :
          • a. Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari inisiatif raja itu sendiri karena ia takut kekuasaannya akan runtuh / dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi .
          • b. Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of RightsI tahun 1689, Yordania, Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
    >berikut daftar negara-negara yang menganut sistem ini
    • Antigua dan Barbuda (Ratu Elizabeth II)
    • Australia (Ratu Elizabeth II)
    • Bahama (Ratu Elizabeth II)
    • Barbados (Ratu Elizabeth II)
    • Belanda (Ratu Beatrix)
    • Belgia (Raja Albert II)
    • Belize (Ratu Elizabeth II)
    • Britania Raya (Ratu Elizabeth II)
    • Denmark (Ratu Margrethe II)
    • Greenland (Ratu Margrethe II)
    • Grenada (Ratu Elizabeth II)
    • Jamaika (Ratu Elizabeth II)
    • Jepang (Maharaja Akihito)
    • Kamboja (Raja Norodom Sihamoni)
    • Kanada (Ratu Elizabeth II)
    • Liechtenstein (Pangeran Hans Adam II)
    • Luxemburg (Grand Duke Henri)
    • Malaysia (Yang di-Pertuan Agong Sultan Mizan Zainal Abidin)
    • Monako (Pangeran Albert)
    • Maroko (Raja Mohammed VI)
    • Norwegia (Raja Harald V)
    • Papua Nugini (Ratu Elizabeth II)
    • Saint Kitts dan Nevis (Ratu Elizabeth II)
    • Saint Lucia (Ratu Elizabeth II)
    • Saint Vincent dan Grenadines (Ratu Elizabeth II)
    • Selandia Baru (Ratu Elizabeth II)
    • Kepulauan Solomon (Ratu Elizabeth II)
    • Spanyol (Raja Juan Carlos I)
    • Swedia (Raja Carl XVI Gustaf)
    • Thailand (Raja Bhumibol Adulyadej)
    • Tuvalu (Ratu Elizabeth II)
    • Uni Emirat Arab (Presiden Khalifa bin Zayed Al Nahayan)
    • Yordania (Raja Abdullah II )
    Daftar negara-negara dengan sistem monarki konstitusional Perancis pernah menggunakan sistem ini untuk waktu singkat pada 1789-1792 dan 1815-1848.
    • Monarki Parlementer
        • Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Jatuh tegaknya pemerintah bergantung pada kepercayaan parlemen kepada para menteri. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Raja tidak memegang pemerintahan secara nyata, tetapi para menteri yang bertanggung jawab atas nama dewan maupun sendiri-sendiri, sesuai tugas masing-masing. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.
    Next
    • C. Bentuk Pemerintahan Republik
        • Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.
    >berikut penjelasan dari bentuk-bentuk pemerintahan Republik
    • 1) Republik Absolut
        • Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.
    • 2) Republik Konstitusional
        • Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
    • 3) Republik Parlementer
        • Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
    Next
    • Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, “sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich). Sistem pemerintahan di dunia terbagi atas sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Pada umumnya, negara-negara di dunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan di atas. Penggolongan kedua sistem pemerintahan ini didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Digolongkan sebagai sistem pemerintahan parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sedangkan dogolongkan sebagai sistem pemerintahan presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung legisaltif.
    Klasifikasi Sistem Pemerintahan >berikut macam-macam sistem pemerintahan
  6. Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja. Sistem ini dikembangkan di berbagai negara, antara lain, adalah di Prancis, Kerajaan Inggris, dan negara-negara commonwealth, antara lain seperti : Kanada, Australia, India, dan sebagainya. Menurut Arend Ljiphart , perkembangan sistem ini pada umumnya melalui 3 fase, yaitu : 1.) Pada awalnya pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas seluruh sistem politik atau kenegaraan. 2.) Kemudian muncul sebuah majelis dengan anggota yang menentang hegemoni raja. 3.) Majelis mengambil alih tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen, sehingga raja kehilangan sebagian kekuasaan tradisionalnya. 1. Sistem Pemerintahan Parlementer
  7. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
    • Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
    • Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
    • Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
    • Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
    • Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
    • Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.
    • Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.
    Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
  8. Menurut Rod Hague, sistem ini mempunyai ciri pokok, sebagai berikut
    • Partai-partai yang menjalankan pemerintahan muncul dari majelis. Menteri-menteri pemerintah biasanya diambil dari anggota legislatif dan tetap menjadi anggota legislatif
    • Kepala pemerintahan (yang disebut perdan menteri, premier atau kanselir) dan dewan menteri (yang disebut kabinet) dapat diberhentikan dari jabatannya melalui mosi tidak percaya oleh parlemen. Pos perdana menteri biasanya terpisah dari kepala negara
    • Eksekutif adalah kolegiat, berbentuk kabinet di mana perdana menteri secara tradisional adalah orang pertama di antara sejumlah orang yang sederajat dalam kabinetnya. Eksekutif pluralistik ini berbeda dengan fokus dalam pemerintahan presidensial yang bertumpu pada seorang kepala eksekutif
    • 1. Kelebihan
    • Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada satu partai atau koalisi partai.
    • Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas
    • Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
    • 2. Kekurangan
    • Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlementer
    • Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa ditentikan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar
    • Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlemen dan partai, anggota kabinet pun dapat menguasai parlemen
    • Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
    Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer Next
  9. 2. Sistem Pemerintahan Presidensial
    • Sistem ini atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Dalam sistem ini, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, , posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
    • Dalam ini, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Para menteri bertanggung jawab pada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen, serta tidak dapat diberhentikan oleh parlemen.
    • Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan DPR atau Kongres (Senat dan Parlemen di Amerika). Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika Montesquieu secara murni melalui pemisahan kekuasaan (Separation of Power). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power).
    ۞ Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah ۞
  10. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
    • Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
    • Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
    • Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
    • Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer
    • Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
    • Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen
  11. Menurut Rod Hague, pada sistem pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
    • Presiden yang dipilih rakyat, menjalankan pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
    • Masa jabatan yang tetap bagi presiden dan dewan perwakilan, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang).
    • Tidak ada keanggotaan yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif
    • Kelebihan
    • Badan eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung pada parlemen
    • Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun
    • Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya
    • Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri
    • 2. Kekurangan
    • Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak
    • Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
    • Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
    Next
  12. 3. Sistem Pemerintahan Referendum
    • Referendum berasal dari kata refer yang berarti mengembalikan . Sistem referendum berarti pelaksanaan pemerintah didasarkan pada pengawasan secara langsung oleh rakyat, terutama terhadap kebijakan yang telah, sedang, atau yang akan dilaksanakan oleh badan legislatif atau eksekutif.
    • Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensial adalah sistem pemerintahan referendum. Di negara Swiss , di mana tugas pembuat Undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum yang terdiri dari referendum obligatoir, referandum fakultatif, dan referandum konsultatif.
    • Pada pemerintahan dengan sistem referandum, pertentangan yang terjadi antara eksekutif (bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota dari bundesrat ini dipilih oleh bundesversammlung untuk waktu 3 tahun lamanya dan bisa dipilih kembali.
  13. Macam-macam referendum adalah sebagai berikut :
    • Referandum Obligatoir , adalah referandum yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu undang-undang yang mengikat seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting. Contoh, adalah persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan undang-undang dasar.
    • Referendum Fakultatif , adalah referandum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang punya hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam hal ini apabila referandum menghendaki undang-undang tersebut dilaskanakan, maka undang-undang itu terus berlaku. Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam referandum tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
    • Referandum Konsultatif , adalah referandum yang menyangkut soal-soal teknis. Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan persertujuaannya.
  14. Keuntungan dan kelebihan
    • Keuntungan dari sistem referendum adalah, bahwa pada setiap masalah negara, rakyat langsung ikut serta menanggulanginya. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak setiap masalah rakyat mampu menyelesaikannya karena untuk mengatasinya perlu pengetahuan yang cukup harus dimiliki oleh rakyat itu sendiri. Sistem ini tak bisa dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan paham antara rakyat dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik. Keuntungan yang lain ialah, bahwa kedudukan pemerintah itu stabil sehingga membawa akibat pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyatnya.
    Next
  15. 4. Sistem Parlemen Satu Kamar dan Dua Kamar
    • Sistem Parlemen Satu Kamar
    • Timbulnya pemikiran terhadap parelemen sistem satu kamar, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila majelis tingginya demokratis, hal itu semata-mata mencerminkan majelis rendah yang juga demokratis dan karenanya hanya merupakan duplikasi saja. Teori yang mendukung pandangan ini berpendapat bahwa fungsi kamar kedua, misalnya meninjau atau merevisi undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi parlementer, sementara upaya menjaga konstitusi selanjutnya dapat dilakukan melalui konstitusi yang tertulis.
    • Banyak negara yang kini mempunyai parlemen dengan sistem satu kamar dulunya menganut sistem dua kamar dan belakangan menghapuskan majelis tingginya. Salah satu alasannya ialah karena majelis tinggi yang dipilih hanya bertumpang tindih dengan majelis rendah dan menghalangi disetujuinya undang-undang. Contohnya adalah kasus Landsting di Denmark (dihapuskan tahun1953). Alasan lainnya adalah karena majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya adalah kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan tahun 1951).
    • Beberapa pemerintahan sub-nasional yang menggunakan sistem legislatif satu kamar antara lain adalah negara bagian Nebraska di Amerika Srikat, Queensland di Australia, semua provinsi dan atau wilayah di Kanada dan Bundesländer Jerman (Bavaria menghapuskan Senatnya pada tahun 1999). Adapun di Britania Raya, Parlemen Skotlandia, Dewan Nasional Wales dan Dewan Irlandia Utara yang telah meramping juga menganut sistem satu kamar. Semua dewan legislatif kota praktis juga satu kamar dalam pengertian bahwa dewan perwakilan rakyat daerah tidak dibagi menjadi dua kamar. Hingga awal abad ke-20, dewan-dewan kota yang dua kamar lazim ditemukan di Amerika Serikat.
    • Negara Persemakmuran Amerika Puerto Riko saat ini mempunyai dewan legislatif dua kamar yang terdiri atas Senat (Senado) dan Dewan Perwakilan (Camara de Representantes). Dalam sebuah referendum yang diadakan pada 10 Juli 2005, para pemilih Puerto Riko menyetujui perubahan menjadi sistem satu kamar dengan 456.267 suara setuju dan 88.720 menentang. Namun sebuah referendum lainnya akan diadakan di negara persemakmuran itu pada 2007 untuk menyetujui amandemen-amandemen dalam Konstitusi Puerto Riko yang diperlukan untuk perubahan itu. Bila perubahan-perubahan konstitusional itu disetujui, Puerto Riko akan beralih ke sistem satu kamar mulai tahun 2009.
  16. Beberapa hal terkait dengan parlemen sistem satu kamar adalah :
    • Para pendukung, menyatakan bahwa sistem satu kamar mencatat perlunya pengendalian atas pengeluaran pemerintahan dan dihapuskannya pekerjaan yang berganda yang dilakukan oleh kedua kamar.
    • Para pengkritik, bahwa sistem satu kamar menunjukkkan adanya pemeriksaan dan pengimbangan ganda yang diberikan oleh sistem dua kamar dan dapat menambah tingkat konsensus dalam masalah legislatif.
    • Kelemahan sistem satu kamar, ialah bahwa wilayah-wilayah urban yang memiliki penduduk yang lebih besar akan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada wilayah-wilayah pedesaan yang penduduknya lebih sedikit. Satu-satunya cara untuk membuat wilayah yang penduduknya lebih sedikit terwakili dalam pemerintahan kesatuan adalah menerapkan sistem dua kamar, seperti misalnya pada periode awal Amerika Serikat.
    • B. Sistem Parlemen Dua Kamar
    • Sistem parlemen dua kamar, adalah praktek pemerintahan yang menggunakan dua kamar legislatif atau parlemen. Jadi, parlemen dua kamar (bikameral) adalah parlemen atau lembaga legislatif yang terdiri atas dua kamar. Di Britania Raya, sistem dua kamar ini dipraktekkan dengan menggunakan Majelis Tinggi (House of Lords) dan Mejelis Rendah (House of Commons). Dan di Amerika Serikat sistem ini diterapkan melalui kehadiran Senat dan Dewan Perwakilan.
    • Indonesia juga menggunakan sistem yang agak mendekati sistem dua kamar melalui kehadiran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), meskipun dalam prakteknya sistem ini tidak sepenuhnya diberlakukan karena persidangan MPR tidak berlangsung sesering persidangan DPR.
  17. Adapun bentuk Parlemen ini, dapat dibedakan menjadi berikut :
    • Federalisme
        • Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat, India, Brazil, Swiss dan Jerman, mengaitkan sistem dua kamar mereka dengan struktur politik federal mereka. Di Amerika Serikat, Australia dan Brazil misalnya, masing-masing negara bagian mendapatkan jumlah kursi yang sama di majelis tinggi badan legislatif, dengan tidak mempedulikan perbedaan jumlah penduduk antara masing-masing negara bagian. Hal ini dirancang untuk memastikan bahwa negara-negara bagian yang lebih kecil tidak dibayang-bayangi oleh negara-negara bagian yang penduduknya lebih banyak. Dan kesepakatan yang menjamin pengaturan ini di Amerika Serikat dikenal sebagai Kompromi Connecticut. Di majelis rendah dari masing-masing negara tadi, pengaturan ini tidak diterapkan dan kursi dimenangkan semata-mata berdasarkan jumlah penduduk. Karena itu, sistem dua kamar adalah sebuah metode yang menggabungkan prinsip kesetaraan demokratis dengan prinsip federalisme. Semua setara di majelis rendah, sementara semua negara bagian setara di majelis tinggi. Dalam sistem India dan Jerman, majelis tinggi (masing-masing dikenal sebagai Rajya Sabha dan Bundesrat), bahkan lebih erat terkait sistem federal, karena para anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah dari masing-masing negara bagian India atau Bundesland Jerman. Hal ini pun terjadi di AS sebelum amandemen ke-17.
    • Sistem Dua Kamar Kebangsawanan
        • Di beberapa negara, sistem dua kamar dilakukan dengan menyejajarkan unsur-unsur demokratis dan kebangsawanan. Contohnya adalah Majelis Tinggi (House of Lords) Britania Raya, yang terdiri dari sejumlah anggota hereditary peers. Majelis Tinggi ini merupakan sisa-sisa sistem kebangsawanan yang dulu penah mendominasi politik Britania Raya, sementara majelis lainnya, Majelis Rendah (House of Commons), anggotanya sepenuhnya dipilih.Sejak beberapa tahun lalu telah muncul usul-usul untuk memperbaharui Majelis Tinggi dan sebagian telah berhasil. Misalnya, jumlah hereditary peers (berbeda dengan life peers) telah dikurangi dari sekitar 700 orang menjadi 92 orang dan kekuasaan Majelis Tinggi untuk menghadang undang-undang telah dikurangi. Contoh lain dari sistem dua kamar kebangsawanan ini adalah House of Peers Jepang, yang dihapuskan setelah Perang Dunia II.

22/01/10

PEMBERDAYAAN DALAM NIRMILITER.

Istilah “Pertahanan Nirmiliter” (Hannirmil) akhir-akhir muncul menjadi suatu topik yang mewacana di kalangan terbatas. Pertama kali istilah tersebut digulirkan oleh Menteri Pertahanan dalam suatu media cetak (Kompas, 20-9-2005). Istilah hannirmil didasarkan pada Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Hanneg) pasal 8 ayat 2 yang menyebutkan: Komponen pendukung hanneg terdiri atas warga negara (sumber daya manusia/SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), prasarana /sarana nasional (prasnas) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Peranan komponen pendukung hanneg ini memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dalam usaha hanneg baik di masa damai maupun di masa perang. Di masa damai, pembangunan dan pembinaan SDM, SDA, SDB, dan prasnas merupakan elemen-elemen pokok dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinam-bungan. Hasil dari pembangunan dan pembinaan bidang-bidang tersebut akan memperkuat basis ketahanan nasional (tannas).
Di masa perang hasil pembangunan dan pembinaan elemen-elemen komponen pendukung tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap daya tangkal (detterent effect) terhadap serangan lawan. Mengapa demikian, karena pembangunan dan pendayagunaan sumber daya nasional yang berhasil, akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Rakyat yang sejahtera merupakan modal utama untuk proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Rakyat yang sejahtera juga akan melahirkan masyarakat yang semakin cerdas yang mampu mengelola SDA secara arif, efektif, dan efisien. Rakyat yang cerdas akan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sebagai prasyarat dan sekaligus prasarana pembangunan masyarakat maju/modern.
Wacana yang berkembang tentang pentingnya mengembangkan hannirmil telah menyadarkan kalangan yang cerdas bahwa selama ini konsep pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankamrata) sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 (Pasal 30 ayat 2) yang menyatakan bahwa dalam usaha hankamneg TNI & Polri sebagai komponen utama dan rakyat sebagai komponen pendukung. Dalam implementasinya, pember-dayaan rakyat sebagai komponen pendukung untuk kepentingan hanneg sedikit sekali usaha-usaha yang telah dilakukan ke arah itu.
Dephan selaku penjuru dalam usaha pendayagunaan komponen pendukung ini mengalami banyak kendala, yaitu:
Pertama, tidak memiliki aparat di daerah (dalam hal ini) Kantor Wilayah (Kanwil) Dephan. Kodam yang selama ini mengemban pelaksana tugas dan fungsi (PTF) Dephan, setelah era reformasi tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal, dikarenakan menghadapi tugas pokoknya yakni pembinaan satuan yang ada di daerahnya. Selain itu, Kodam juga tidak lagi berperan “di depan” dalam urusan pemerintahan karena setelah era reformasi tidak memiliki kewenangan (Widjojo. A., 2001). Padahal urusan yang menyangkut pertahanan berhubungan hampir dengan setiap kelembagaan baik departemen, non departemen maupun masyarakat. Dalam hal ini Dephan selaku penjuru pemberdayaan potensi sumdanas memikul tugas dan tanggung jawab yang berat. Mungkinkah mission tersebut dapat dilaksanakan tanpa keberadaan Kanwil di daerah dan ketika Pemda hanya konsentrasi pada urusan lain (non pertahanan) ?.
Kedua, Dephan belum memiliki perangkat peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Pertahanan Negara seperti :
- Undang-Undang Komponen Cadangan
- Undang-Undang Komponen Pendukung
- Undang-Undang Latihan Dasar Militer Secara Wajib
- Undang-Undang Pengabdian Warga Negara Sesuai Profesi
Yang diatur dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) seperti, PP mengenai sumber daya nasional (Sumdanas) yang terdiri dari sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), prasarana dan sarana (prasnas) nilai-nilai serta ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).
Ketiga, Dephan belum memiliki sarana dan media komunikasi yang kuat dan aktif menjalin komunikasi antara Dephan dengan semua stake holder pertahanan, baik dari kalangan pemerintahan, organisasi non pemerintah maupun anggota masyarakat orang per orang. Media komunikasi yang perlu dibangun dalam suatu sistem informasi pertahanan negara (Sisfohanneg) yang berfungsi mensosialisasikan kebijakan dan peraturan perundang-undangan serta mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pertahanan (sumdahan) dari setiap daerah. Karena data sumdahan ini tersebar di seluruh wilayah negara yang dapat berubah setiap saat maka sebaiknya sumdahan tersebut disajikan dalam bentuk sistem informasi geografi (SIG hanneg).
Dalam ilmu (studi) teritorial, sumdanas tersebut meliputi astagatra (trigatra + pancagatra). Trigatra terdiri dari aspek: geografi, demografi, dan sumber daya alam (SDA). Pancagatra terdiri dari aspek: ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya (ipoleksosbud). Sebagai suatu kondisi, ipoleksosbud sering disebut kondisi sosial (Konsos). Pertahanan nirmiliter, pada hakekatnya adalah pertahanan yang didasarkan dan atau mengandalkan pada potensi dan kekuatan dari semua aspek Astagatra yang pembangunan dan pendaya-gunaannya amat tergantung pada kualitas SDM-nya. Dalam hal ini, SDM berperan sebagai subyek dan obyek yang sangat menentukan tingkat kemajuan bangsa.

PEMBERDAYAAN SDM.
SDM merupakan unsur paling penting dalam pemberdayaan hannirmil, karena SDM menjadi subyek dan faktor penentu (dominant factor) atas penggunaan unsur sumber daya lainnya. Ada dua hal pokok yang menjadi tujuan pember-dayaan SDM, yaitu kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional-spiritual (ESQ). Pember-dayaan dua hal tersebut harus berjalan seimbang untuk membentuk karakter bangsa yang berkualitas. Kecerdasan intelektual meliputi kemampuan dari yang paling sederhana: membaca, menulis, berhitung sampai dengan kemampuan analisis dan sintesis. Sedangkan kecerdasan emosional-spiritual meliputi hal-hal yang berhubungan dengan aspek moral, seperti: kesabaran, kemarahan, kejujuran, keramahan, kearifan, keadilan, kedermawanan, kasih sayang, dan tanggung jawab. Untuk membentuk masyarakat Indonesia yang cerdas harus diupayakan melalui pendidikan dengan pendekatan secara konsepsional, komprehensif dan integral.
Penguatan di Bidang Pendidikan Umum.
Seseorang yang cerdas intelektual tetapi tidak diimbangi dengan moral yang baik, dia potensial menjadi orang yang sombong, egois, dan berbuat sesuatu yang lebih menguntungkan dirinya dan merugikan orang lain. Sebaliknya, seseorang yang bermoral namun bodoh, cenderung apatis introvert dan pengalah. Berdasarkan hasil survey kemampuan SDM, peringkat indeks pengembangan SDM (IPSM/HDI) Indonesia di lingkungan regional Asia menempati peringkat 117 jauh di bawah negara tetangga Malaysia, Brunei, dan Singapura. Peringkat yang paling dekat dengan Indonesia adalah Filipina (66) dan Vietnam (60). Demikian pula dalam persaingan dunia (World Competitiveness) 2003 ekonomi negara-negara Asia Tenggara menunjukkan tingkat persaingan yang baik (10 besar) kecuali Indonesia dan Filipina. Malaysia peringkat 4, Thailand peringkat 10, Singapura peringkat 3, Filipina peringkat 22 dan paling belakang Indonesia peringkat 28 (Herman Hidayat, 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan SDM kita selama ini kurang berhasil. Mengapa demikian, padahal mission mencerdaskan bangsa merupakan salah satu tujuan negara sebagaimana diamanatkan sejak NKRI dibentuk (dalam Pembukaan UUD 1945). Hal ini disebabkan -salah satunya- oleh tidak adanya tujuan, sasaran dan strategi serta roadmaps pendidikan nasional jangka panjang yang jelas dan terarah sehingga setiap ganti pemerintahan terjadi “bongkar pasang” kurikulum yang sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat (lingkungan). Program pembangunan lima tahunan di era Orba yang lebih diarahkan pada target-target yang bersifat materiil juga berpengaruh terhadap lemahnya kepekaan hati nurani bangsa.
Degradasi dalam muatan pendidikan moral dan agama lebih terasa, selama lebih dari 3 dekade yang lalu pendidikan budi pekerti tidak ada lagi. Sementara itu pendidikan agama sekalipun masih ada tetapi lebih bersifat pengajaran semata-mata (penyampaian materi ajaran agama) dengan jumlah jam pengajaran yang terbatas. Sebagian besar guru tidak lagi menjadi figur yang berwibawa karena guru tidak lagi menampilkan sosok teladan dalam perilakunya di hadapan anak didik. Mengapa demikian, karena gaji guru yang rendah sehingga tidak menjamin kesejahteraannya. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya guru banyak yang nyambi mengajar di sekolah lain atau pekerjaan lain seperti ngojeg, menjual jasa tulisan, jual beli buku dll. Rendahnya kesejahteraan guru tidak memungkinkan mereka dapat berkonsentrasi dalam menunaikan tugasnya. Tidak mungkin guru dapat menerapkan ilmu mendidik yang notabene menjadi ilmu dasar seorang guru. Padahal justru hasil terapan ilmu mendidik (paedagogic) inilah yang akan mewarnai karakter bangsa sebagaimana yang dicita-citakan.
Masalah guru bukan satu-satunya di bidang pendidikan, sarana dan prasarana (bangunan sekolah, alat peraga, buku, dll.) yang terbatas (kualitas dan kuantitas) sistem, metoda, dan proses pembelajaran yang dirasakan belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Semua itu terjadi karena dukungan anggaran pendidikan yang sangat rendah sebagai cermin rendahnya kesadaran kita terhadap betapa pentingnya pendidikan untuk suatu bangsa.
Permasalahan di bidang pendidikan merupakan hal yang mendasar yang harus mendapat prioritas penanganannya, karena hanya pendidikan yang bermutu yang akan menghasilkan generasi yang cerdas yang akan mampu menghadapi derasnya tantangan di era globalisasi dan liberalisasi ekonomi di masa yang akan datang.
Langkah pemerintah yang akan menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan pendapatan guru secara signifikan sudah tepat. Tetapi hendaknya diikuti dengan pembenahan kembali sistem pendidikan dan kurikulum agar pendidikan dapat menciptakan SDM yang kreatif, inovatif, memiliki kepedulian sosial/lingkungan, mampu menyerap dan mengembangkan Iptek modern namun tetap berkepribadian Indonesia yang santun. Dari studi World Bank pada 2002 menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 12 negara yang dijadikan sampel sistem pendidikan nasionalnya (Vincent DWA, 2005). Pemberdayaan pertama dimulai dari kompetensi guru. Dari 1,6 juta anggota PGRI, kurang lebih 50% belum memiliki kompetensi mengajar yang memadai (hanya tamatan SPG dan PGSD). Guru yang kurang kompeten wawasan pendidikannya kurang, sehingga dalam mengajar cenderung dangkal dan otoriter. Sementara itu, orang tua cenderung melimpahkan pengasuhan dan pendidikan anaknya kepada guru karena mereka sibuk bekerja. Setelah pendapatan guru naik dan memiliki kompetensi diharapkan guru dapat bekerja betul-betul profesional (M. Surya, 2005).
Dalam masa transisi, dimana kemampuan finansial pemerintah untuk meningkatkan anggaran pendidikan dan gaji guru belum mampu, langkah terobosan yang dapat ditempuh adalah pember-dayaan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam membantu pendidikan dasar dan menengah. Salah satu cara adalah membuka/memperluas kesempatan bagi siswa SMK untuk “magang” di perusahaan. Selain itu, pembangunan/perbaikan ruang belajar, alat peraga, penyediaan buku dan membuka lapangan kerja serta pemberian beasiswa untuk anak cerdas yang kurang mampu.

Penguatan Pendidikan Agama/Budi Pekerti.
Perlu ada upaya penguatan pendidikan agama secara mendasar, yakni melalui perbaikan kurikulum dari hasil evaluasi dan pengkajian sistem dan metoda pendidikan. Pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah sekarang ini cenderung hanya bersifat pengajaran materi ajaran agama sehingga hanya dapat memenuhi ranah kognitif (cognitive domain) yang bersifat hafalan. Seharusnya pendidikan juga dapat memenuhi kebutuhan ranah afektif (affective domain) yang berhubungan dengan perasaan (sikap,apresiasi/ penghargaan, penerimaan, dan penghayatan); ranah psikomotorik (psychomotor domain) yang berhubungan dengan perilaku sebagai implementasi ajaran agama yang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran yang meliputi ketiga ranah tersebut berlaku juga pada sekolah umum.
Pendidikan agama yang meliputi ketiga ranah tersebut di atas sangat penting mengingat hanya sebagian kecil peserta didik (murid/siswa) di sekolah yang memiliki kesempatan sekolah agama. Bahkan di kalangan rakyat miskin jarang sekali anak-anak sekolah agama secara khusus, bagi mereka untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah umum saja sangat dirasakan berat. Padahal pendidikan agama secara dini yang memadai sangat penting untuk memberikan fondasi sikap mental dan moral serta budi pekerti dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Kekerasan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat serta fenomena bunuh diri karena putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup yang semakin marak, diharapkan akan berkurang bilamana sejak dini anak-anak mendapat bekal pendidikan agama dan budi pekerti yang memadai. Pendidikan yang benar tentang agama juga akan memperkuat kesadaran warga bangsa akan jati diri kemanusiaannya (insan kamil), sehingga tidak mudah terhanyut dengan kehidupan hedonistik yang mengutamakan kenikmatan duniawi dan merupakan tugas serta tanggung jawab kemanusiaannya selaku khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Indikasi minimnya pendidikan agama dan budi pekerti dapat kita saksikan dalam peristiwa: tawuran pelajar/mahasiswa/antar kelompok masyarakat, kriminalitas (pembunuhan, minuman keras, narkoba, pencurian dll.) yang semakin marak serta adanya gejala bunuh diri yang dilakukan oleh anak-anak. Indikasi lain, ketika bangsa ini menghadapi banyak masalah seperti: banyak rakyat mengalami kelaparan, pengangguran/PHK, banyak perusahaan yang bangkrut, bencana alam terjadi di mana-mana, justru banyak pejabat (birokrat dan parlemen) meminta gajinya yang sudah besar dinaikkan sampai puluhan juta rupiah. Bilamana kita melihat panorama hutan di sepanjang zona perbatasan Kalimantan-Serawak/Kuching (Malaysia), betapa porak porandanya hutan kita, sangat kontras berbeda dengan hutan negara tetangga. Itulah bukti-bukti -yang menurut Nurcholish Madjid- disebut “kebangkrutan moral dan spiritual” yang menyebabkan hati para pelakunya tidak memiliki kepekaan membedakan perbuatan baik dan buruk (Nurcholish M.,2002). Semua itu merupakan bukti adanya degradasi moral bangsa yang sangat memprihatikan.
Keseimbangan pendidikan umum (Iptek) dan pendidikan agama/ moral spiritual akan melahirkan insan berkepribadian baik dan arif-bijaksana dalam menyikapi serta menghadapi setiap permasalahan dan kreatif mencari solusi terbaik dalam menghadapi masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Orang-orang seperti itu yang diprediksikan mampu menghadapi persaingan global dalam perang ekonomi berbasis informasi (economic information warfare) dan perang isu/propaganda (psychologic warfare) yang dikembangkan negara-negara maju, peka serta peduli terhadap kejahatan/kerusakan lingkungan (alam dan sosial).

Reformasi Birokrasi.
Era komputerisasi, otonomi daerah (otda), krisis ekonomi yang belum pulih dan lambat serta besarnya biaya penyelesaian ijin usaha, menjadi dasar pemikiran tentang perlunya reformasi birokrasi pemerintahan yang menyangkut aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, kepegawaian dan terutama pelayanan publik. Dalam aspek kelembagaan, terkesan ada fungsi-fungsi tertentu yang tumpang tindih (overlapping) antara satu departemen dengan departemen lain atau dengan lembaga pemerintah non departemen (LPND). Dalam rangka membangun birokrasi yang ramping, efektif dan efisien semestinya overlapping fungsi tidak ada lagi.
Di era Otda sekarang ini seharusnya ada keseimbangan pegawai di Pusat dengan di daerah baik dalam kualitas maupun kuantitas, demikian juga antara satu daerah otonom dengan daerah otonom lain yang setingkat. Kondisi sekarang menunjukkan kekuatan SDM birokrasi (pegawai) lebih dominan di Pusat. Memang tidak mudah memindahkan personil terutama personil ahli dari Pusat ke Daerah karena terkait kemampuan daerah untuk memberikan gaji yang besarnya sama dengan di Pusat (kecuali Daerah yang kaya). Penguatan pegawai di Daerah akan berdampak positif pada pemberdayaan daerah yang pada gilirannya dapat memperkuat ketahanan nasional.
Penggunaan komputer dalam pekerjaan administrasi perkantoran telah begitu banyak menyingkat waktu sehingga tidak diperlukan lagi banyak orang dalam pekerjaan tersebut. Faktanya, rata-rata setiap kantor pemerintahan kelebihan personil administrasi sehingga terjadilah pemborosan.
Penempatan personil; birokrasi Indonesia sangat toleran dengan penempatan pegawai pada jabatan yang tidak sesuai dengan dasar pendidikan dan pengalaman kerja seseorang. Hal ini bertentangan dengan prinsip the right man on the right job. Akibatnya, terjadilah ketidakefektifan, dan inefisiensi dalam penyelesaian tugas bahkan sering terjadi kemandegan pelaksanaan tugas.
Tatalaksana birokrasi; pola jaringan birokrasi dalam penyelesaian tugas-tugas yang berhubungan dengan urusan kemasyarakatan/publik -dalam proses perizinan misalnya- masih terkesan terlalu panjang dan berliku sehingga diperlukan waktu yang relatif lama. Hal ini dianggap sebagai suatu kendala yang menghambat akselerasi pembangunan khususnya di bidang ekonomi dan merupakan iklim kerja birokrasi yang tidak kondusif dengan kebutuhan bidang investasi.
Pelayanan publik, pegawai negeri (public/civil servants) sebagai personil yang mengawaki birokrasi pemerintahan seharusnya mengutama-kan pelayanan kepada masyarakat. Tetapi pada umumnya pegawai negeri mengapresiasi dirinya sebagai pegawai pemerintahan dan konotasi dari sebutan itu terkandung hasrat untuk mengatur, ingin dilayani dan kecenderungan mengeksploitasi publik. Gejala ini muncul tak lepas dari kecilnya gaji pegawai negeri. Untuk mengubah persepsi para pegawai negeri yang demikian kepada proporsi yang sewajarnya sebagai pelayan publik tidak mudah, dalam hal ini diperlukan reformasi sikap yang mendasar disertai peraturan yang harus disosialisasikan secara terprogram. Pelayanan birokrasi kepada masyarakat dalam segala urusan selama ini masih dirasakan sulit dan justru menjadi salah satu faktor penghambat. Seharusnya birokrasi dirancang efektif dan efisien, ramping dalam struktur (lean in structure), namun sesuai dan tepat memenuhi kebutuhan (fit in function) (Triwidodo W.,2004)
Di antara negara-negara berkembang, pelayanan publik birokrasi Indonesia termasuk salah satu yang sangat lambat. Oleh karena itu, dapat dipahami kalau ada tuntutan reformasi birokrasi. Dalam reformasi birokrasi, khusus yang berhubungan pelayanan publik, Indonesia patut berguru pada RRC, yang telah berhasil membangun birokrasi yang efektif dan efisien.
Hasrat dan sikap melayani kepentingan publik hanya mudah dilakukan oleh seseorang pegawai yang memiliki kesadaran bahwa dalam pelayanan publik tersebut terkandung nilai ibadat yang tinggi. Kesadaran seperti itu hanya mungkin dimiliki oleh seseorang yang mendapatkan pendidikan umum yang seimbang dengan pendidikan agama dan atau budi pekerti.

Tantangan dan Ancaman Nirmiliter.
Tantangan.
Ada sejumlah masalah yang menjadi tantangan bangsa kita, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Yang bersifat eksternal adalah globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Globalisasi -terutama di bidang informasi- telah menyebabkan dunia seolah tanpa batas. Suatu peristiwa yang terjadi di suatu tempat dengan cepat akan tersebar informasinya ke seluruh penjuru dunia, menjadi isu global. Hal itu terjadi berkat kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi (TI). Siapa yang menguasai TI berpeluang memenangkan persaingan global, karena melalui internet (sebagai sarana informasi global) orang bisa berhubungan dimana saja (tidak terikat ruang), kapan saja (tidak terikat waktu) dan tidak terikat birokrasi. Dengan TI, spektrum informasi begitu luas, dinamik dan interaktif. Orang yang bekerja dengan internet, dia bekerja secara kompetitif, namun karena bangsa Indonesia sangat sedikit yang bekerja dengan menggunakan bantuan internet (0,01%), maka dalam persaingan global, Indonesia dalam posisi lemah (Onno WP, 1998). (Sekarang angka < 0,1% diprediksi belum bergerak jauh, karena antara tahun 1998-2005 tidak ada perkembangan yang signifikan).
Tantangan eksternal kedua adalah liberarisasi ekonomi (libek) yang akan dihadapi Indonesia yang telah menerima kesepakatan berlakunya AFTA pada tahun 2003 dan APEC tahun 2020. Dengan libek produk barang dan jasa dapat dipasarkan secara bebas antar negara tanpa hambatan yang berarti, dengan demikian yang diuntungkan adalah produsen barang dan jasa yang berkualitas serta murah. Bagaimana dengan kita? Kondisi kemampuan Indonesia masih jauh di bawah negara maju, bahkan dengan negara tetangga Malaysia, Thailand, Vietnam kita masih kalah bersaing. Sejak tahun 2003 kita sudah mulai masuk era perdagangan bebas (di lingkungan Aspac), yang membuka peluang pasar lebih luas. Tetapi sayangnya bangsa kita belum siap bersaing, alih-alih, malah kita dibanjiri produk asing yang selain kualitasnya lebih bagus, harganya juga lebih murah. (contoh produk RRC). Dampaknya, industri kita yang menghasilkan barang yang sama banyak yang “gulung tikar” karena kalah bersaing. Akibat lebih lanjut terjadilah PHK di setiap daerah, sehingga angka pengangguran makin membengkak. Libek sudah kita masuki, suka tidak suka kita harus menghadapinya dengan, bagaimana menyiasatinya dengan langkah yang tepat. Dalam hal ini hanya SDM yang menguasai iptek dan imtaq (beriman dan bertakwa) yang dapat diandalkan.
Tantangan internal; kualitas SDM yang rendah merupakan tantangan internal yang paling mendasar, karena dengan rendahnya kualitas SDM ini menjadi penyebab rendahnya :
- Kemampuan bersaing di pasaran kerja
- Kemampuan berkreasi dalam mencari solusi masalah
- Kemampuan ciptakan peluang & lapangan kerja
- Kemampuan bernegosiasi dengan saingan atau partner kerja
- Harga diri, dsb.
Untuk mengatasi semua itu terpulang pada perlunya peningkatan pemberdayaan SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasional
Ancaman.
Spektrum ancaman nir militer sangat variatif dan cenderung semakin berkembang baik dalam kualitas maunpun kuantitasnya. Ada yang kasat mata, tapi lebih banyak yang tidak tampak. Yang kasat mata seperti kriminalitas biasa. Contoh: penyelundupan, illegal logging, illegal fishing, dll. Yang tidak tampak adalah kejahatan yang menggunakan rekayasa teknologi canggih seperti: korupsi, pencurian uang via transfer illegal, penyadapan informasi rahasia, persekongkolan jahat, dsb. Dengan bantuan teknologi informasi, ancaman nirmiliter semakin terbuka luas. Bentuk lain seperti blokade informasi ekonomi, information terrorism, serangan jaringan komputer, semantic attacks (Onno WP, 1998). Pencurian data rahasia yang tersebar di permukaan bumi seperti lokasi obyek-obyek vital strategis melalui perangkat teknologi penginderaan jarak jauh (inderaja) yang semakin canggih telah dapat mendeteksi instalasi senjata dan gudang peluru bahkan benda-benda kecil seperti kendaraan tempur (Ranpur). Penggunaan satelit inderaja generasi terbaru yang beresolusi tinggi memungkinkan wilayah suatu negara tampak seperti “telanjang”. Bahkan beberapa sumber bahan tambang di bawah permukaan bumi dapat dideteksi sehingga menjadi data intelijen sumber daya alam.
Menghadapi ancaman melalui wahana dan sarana berteknologi canggih hanya mungkin dapat dilawan dengan menggunakan sarana berteknologi yang canggih pula. Untuk itu diperlukan SDM yang mampu dan menguasai Iptek di bidang tersebut. Hingga saat ini kita hanya menduga-duga ada apa dibalik peristiwa Ambon, Poso dan Papua. Diprediksi ada kekuatan asing yang berkonspirasi dengan unsur-unsur dalam negeri untuk menciptakan kondisi yang menghambat proses pemulihan krisis ekonomi atau mengkondisikan Indonesia tetap dalam situasi krisis dengan tujuan agar tetap sebagai negara konsumen ( dependent country ). Bahkan mungkin tujuan yang lebih jauh menj adikan NKRI tercerai-berai seperti halnya Yugoslavia dan negara-negara Balkan (Haidar B.,2004). Untuk mengetahui dan membuktikan sinyalemen tersebut di atas diperlukan operasi intelijen dan kontra intelijen. Untuk operasi tersebut, kita dihadapkan pada terbatasnya personil intel yang handal dan biaya operasi yang besar

Strategi Pemberdayaan : Konsepsi-onal-Komprehensif-Sinergis
Konsepsional.
Pemberdayaan SDM dalam mengha-dapi tantangan dan ancaman tersebut di atas yang begitu berat harus dilakukan secara akseleratif dengan metode, sistem dan langkah-langkah konsepsional. Ada kebijakan, tujuan dan sasaran yang jelas. Bagaimana suatu kebijakan disusun secara cermat sehingga mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya untuk masyarakat, dan dampak negatif sekecil mungkin, tidak tumpang tindih dan bisa diimplemen-tasikan dengan mudah dan lancar (efektif, efisien). Bagaimana strategi untuk melaksanakan kebijakan itu dan bagaimana penjabarannya pada langkah-langkah operasional yang tepat guna mencapai sasaran. Sekalipun pemberdayaan SDM tersebut tidak dibatasi waktu, tetapi tetap harus dibuat kerangka waktu jangka pendek, jangka sedang dan jangka panjang. Sasaran ditentukan secara bertingkat mulai sasaran antara (sasan) satu, sasan dua, dst. menuju pencapaian tujuan akhir yakni terciptanya SDM Indonesia yang mampu berkompetisi dalam persaingan global dan meniadakan segala ancaman Nirmiliter baik dari dalam maupun dari luar negeri. Ada suatu pertanyaan terkait dengan hal kebijakan ini: “Indonesia sebagai negara agraris yang penduduknya +70% bergerak di bidang pertanian, tanahnya luas dan subur, curah hujan dan sinar matahari mendukung, tetapi mengapa menjadi importir beras terbesar di dunia ?” “Mengapa puluhan juta orang menganggur sementara ribuan hektar lahan kosong tidak dimanfaatkan padahal di sisi lain diantara para penganggur itu adalah sarjana pertanian ?”


Komprehensif.
Pemberdayaan SDM tidak hanya menyangkut aspek intelektual tetapi juga emosional dan spiritual (moral, motivasi dan budi pekerti). Tidak hanya menciptakan orang-orang yang menguasai teori, tetapi juga orang-orang yang mahir dalam praktek (teknokrat dan praktisi). Tidak hanya menyangkut profesi tetentu, tetapi semua profesi dan bidang kehidupan. Namun demikian, tetap perlu memperhatikan skala prioritas sesuai ancaman nyata dan intensitas serta urgensi tantangan. Dari segi urgensinya; masalah pendidikan, penegakan hukum, dan pemberantasan KKN patut menempati prioritas utama karena ketiga masalah itulah yang telah membuat bangsa ini terpuruk dan sulit bergerak maju.


Sinergis.
Dalam mengejar ketertinggalan dan mengatasi tantangan serta ancaman yang multi dimensi tidak mungkin dapat diatasi sendiri-sendiri, tetapi harus dengan kebersamaan. Pada jaman pra-kemerdekaan, Indonesia berhasil mencapai tujuan karena terjalinnya persatuan dan kesatuan (gotong royong). Tetapi setelah merdeka, istilah gotong royong sangat langka diucapkan/kedengaran, karena masyarakat cenderung berubah menjadi individualis dan komersil. Seyogianya ada sinergitas dalam mengatasi suatu masalah, siapa berbuat apa. Semua sumberdaya dikerahkan dan dikonsentrasikan guna mencapai penyelesaian masalah. Setiap strata sosial harus memiliki fungsi dan peran sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan demikian, kebersamaan akan terjalin, kesenjangan sosial yang kini semakin melebar akan dapat dipersempit dan tidak ada satu kelompok masyarakat pun yang merasa dimarginalkan.


Kesimpulan
SDM merupakan sumberdaya prima causa dalam pemberdayaan Sumdanas karena memiliki fungsi ganda sebagai subyek dan obyek. Sebagai subyek, SDM agar mampu berperan optimal harus dibekali dengan pendidikan moral/spiritual/budi pekerti (pendidikan agama) dan intelektual (pendidikan umum) untuk mempersiapkan SDM yang menguasai iptek namun juga beriman dan bertaqwa (Imtaq) kepada Tuhan YME.
Untuk menghadapi tantangan dan ancaman Nirmiliter yang bersifat multi dimensi, harus dihadapi dengan upaya yang serius, konsepsional, komprehensif dan sinergis sehingga terjadi akselerasi pemberdayaan semua aspek Sumdanas yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan rakyat dan ketahanan nasional (Tannas). Kesejahteraan rakyat dan Tannas yang tinggi akan membentuk pertahanan nirmiliter yang tangguh.
Dua hal tersebut di atas hanya mungkin terjadi bilamana ada komitmen dan akselerasi pemberdayaan SDM yang diarahkan untuk memberantas KKN dan penegakkan hukum secara konsisten.


Saran.
Perlu kehati-hatian dalam menyikapi globalisasi konvensi dan fakta internasional yang telah kita ratifikasi, termasuk konvenan bidang sosial budaya yang belum lama kita sepakati, agar dalam implementasinya tidak banyak merugikan publik, mengingat realita kehidupan masyarakat kita, baik secara horizontal maupun vertikal sangat majemuk. Secara horizontal, masyarakat kita terdiri dari ratusan suku bangsa yang memiliki tradisi, tata nilai, dan budaya yang berbeda satu sama lain. Secara vertikal, ada kelompok masyarakat yang masih hidup dalam era agraris, ada kelompok yang hidup di era industri dan sebagian kecil ada yang sudah masuk era reformasi. Ketiga kelompok masyarakat itu diharapkan mendapat perlakuan yang arif, bijaksana dan proporsional sesuai tuntutan kebutuhan sehingga masing-masing kelompok bergerak maju bersama dalam satu “kereta bangsa walaupun berbeda gerbong”.
Penutup.
Demikian karya tulis ini disampaikan sebagai sumbangan, semoga bermanfaat dan mohon maaf atas segala kekurangannya.

PEMBERDAYAAN DALAM SEKTOR PERTAHANAN.

Tidak dapat dicegah bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi makin berkembang di dunia. Hal itu juga mendorong perkembangan teknologi militer, khususnya teknologi senjata, dengan peningkatan daya hancur, jarak tembakan dan ketepatan perkenaannya.
Perkembangan demikian makin mengancam kelangsungan hidup atau sekurang-kurangnya kemerdekaan bertindak bangsa-bangsa yang kurang mampu mengikuti kecenderungan itu. Bangsa yang memiliki kemampuan teknologi militer tinggi memperoleh peluang untuk memanfaatkannya guna memperoleh keuntungan politik, ekonomi dan budaya. Sehingga bangsa yang kurang mampu dan mendapat tekanan dari bangsa maju terpaksa harus mengorbankan kemandiriannya untuk dapat hidup langsung.
Kita menghadapi keadaan di mana umat manusia cenderung didominasi oleh bangsa-bangsa yang mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, khususnya teknologi militer. Akan tetapi perkembangan umat manusia juga memungkinkan bangsa yang kurang kemampuan teknologi dapat mengurangi penggunaan kekuatan militer oleh bangsa lain terhadapnya. Faktor itu adalah kemampuan menimbulkan kerugian luas dalam berbagai bidang pada bangsa yang menyerang , sehingga keuntungan yang ingin diperoleh pihak penyerang tidak ada sama sekali . Hal itu ditunjukkan oleh kegagalan Amerika Serikat di Vietnam dan Uni Soviet di Afghanistan. Kemampuan itu terwujud jika ada ketangguhan pada bangsa itu, sehingga memungkinkannya melakukan perlawanan lahir batin dalam berbagai bentuk terhadap siapa saja yang menyerangnya. Kemampuan itu merupakan daya penangkal yang tidak kalah pentingnya dari daya penangkal yang dihasilkan oleh teknologi militer canggih.
Namun bangsa maju mempunyai kemampuan untuk memukul dan menghancurkan bangsa lain tanpa melakukan serangan militer terbuka. Itu dikerjakan dengan melakukan subversi yang merupakan usaha mempengaruhi rakyat dan dengan merusak ekonomi serta budaya bangsa lain, dengan memanfaatkan kelemahan bangsa itu. Betapa luas dampak usaha demikian dapat dilihat pada pukulan yang dialami Asia Timur dan Amerika Latin ketika menderita krisis moneter dan ekonomi.
Kondisi umat manusia makin diliputi oleh persaingan di berbagai bidang, baik politik, ekonomi dan bahkan kebudayaaan. Indonesia tidak bebas dari kondisi itu, apalagi dengan posisi geostrateginya sebagai jalan silang, jumlah penduduknya dengan potensi bakat yang lumayan serta banyaknya kekayaan alam yang ada padanya. Harus diperhitungkan bahwa selalu ada bangsa lain yang ingin menguasai Indonesia, kalau tidak secara fisik sekurang-kurangnya dengan jalan politik, ekonomi atau budaya. Bangsa Indonesia selalu bersedia bekerja sama dengan bangsa lain, tetapi tidak mau didominasi dan selalu hendak memelihara kemandirian dan kemerdekaannya. Untuk dapat melakukan itu maka harus dibangun kemampuan sehingga bangsa lain tidak dapat memaksakan kehendaknya melalui kemampuan fisik dan rohaninya.
SUMBERDAYA MANUSIA UNTUK BELA NEGARA
Pengertian Bela Negara dalam Abad ke 21 tetap berlaku dan penting mengingat makin kuatnya persaingan antara bangsa-bangsa. Akan tetapi Bela Negara sekarang tidak menyangkut bidang militer pada instansi pertama. Dalam Pendahuluan makalah ini sudah diuraikan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keselamatan dan kejayaan bangsa sekarang. Juga ditunjukkan bahwa diperlukan ketangguhan lahir batin Manusia untuk menciptakan persepsi pada bangsa lain bahwa akan merugikannya sendiri kalau ia bermaksud mengganggu.
Oleh sebab itu Pemberdayaan Sumberdaya Manusia untuk penyelenggaraan Bela Negara harus merupakan satu usaha bangsa yang luas dan menyeluruh untuk menjadikan Manusia dan Masyarakat Indonesia mampu melakukan tindakan efektif dalam semua aspek kehidupan umat manusia yang menghasilkan daya tahan dan daya saing terhadap semua bangsa di dunia. Inti dari usaha itu adalah :
1) Penciptaan Manusia Indonesia menjadi warga negara dan warga masyarakat yang baik, artinya selalu berusaha untuk memajukan negara dan masyarakat agar terwujud daya tahan dan daya saing yang tinggi dalam segala aspek kehidupan ummat manusia.
2) Untuk itu Manusia Indonesia harus mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sebaik-baiknya serta menjalankan kehidupan masa kini secara efektif, termasuk segala kegiatan bisnis dan penguasaan informasi. Di samping itu ia menjunjung tinggi kekuasaan hukum dan ikut mengembangkannya dengan sebaik-baiknya. Ia mempunyai kemampuan disiplin dan kendali diri sebagai anggota masyarakat yang produktif.
3) Manusia Indonesia harus menjadi mahluk yang kreatif, tetapi di pihak lain ia berjiwa patriot yang mempunyai kemampuan melawan dan mengatasi berbagai bentuk ancaman dan kekerasan yang ditujukan kepada bangsa dan masyarakatnya.
Untuk mencapai tujuan itu harus ada langkah-langkah sebagai berikut :


1. Pelaksanaan Pendidikan Sekolah yang luas dan bermutu.
Pendidikan Sekolah mempunyai peran yang penting karena masa depan sangat ditentukan oleh The Battle of the Classroom. Pendidikan yang dihasilkan di sekolah menjawab tantangan dan ancaman yang dihadapi bangsa. Khususnya yang harus menjadi perhatian pertama adalah terselenggaranya Pendidikan Dasar, yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama, yang menjangkau semua pemuda dengan usia sekolah serta dengan standard mutu yang makin meningkat secara merata. Buat Indonesia yang sudah menetapkan Wajib Belajar 9 tahun berarti bahwa konsep itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Pemerintah harus menyediakan Sekolah Dasar dan SLP yang dapat menampung semua anak didik dengan umur sampai 15 tahun serta menjamin standard mutu yang cukup memadai untuk seluruh Indonesia. Di samping itu harus ada Pendidikan Menengah, yaitu Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan, yang makin banyak dan bermutu. Adalah kewajiban Pemerintah untuk membiayai seluruh Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang diselenggarakan Pemerintah. Dengan begitu dapat dicegah timbulnya kesenjangan lebar antara mereka yang mendapat pendidikan bermutu yang hanya sedikit jumlahnya dengan mereka yang pendidikannya kurang bermutu dan kurang relevan. Hal demikian sudah lama dilaksanakan di Malaysia dan Thailand, apalagi di negara lain yang lebih maju.
Fokus dari usaha Pendidikan Sekolah adalah perbaikan mutu Guru. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan guru yang lebih bermutu, khususnya pembentukan ahlak dan budi pekerti para Guru. Tidak kalah pentingnya adalah perbaikan kehidupan Guru, meliputi penghasilannya dan status sosialnya.
Di samping peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah juga diperlukan perbaikan penyelenggaraan dan peningkatan mutu Pendidikan Tinggi. Kalau Pendidikan Dasar sepenuhnya menjadi tanggungjawab Pemerintah, peran Pemerintah dan Swasta dalam Pendidikan Menengah sebaiknya menjadi sama besar, sedangkan pada Pendidikan Tinggi peran Swasta dapat diperluas tetapi Pendidikan Tinggi Pemerintah harus mencapai standard mutu internasional. Melalui Pendidikan Sekolah yang luas dan bermutu kita ciptakan Manusia Indonesia yang professional di berbagai aspek kehidupan masakini. Makin tinggi mutu pendidikan itu makin tinggi pula daya saing bangsa dalam arena dunia.
Ini semua tidak mungkin tanpa alokasi sumberdaya yang memadai. Diperlukan sekurang-kurangnya 20 prosen dari APBN untuk melaksanakan Pendidikan Sekolah yang baik. Dengan pendidikan demikian dapat diharapkan adanya hasil (output) yang mendekatkan kita kepada penciptaan Manusia Indonesia yang cakap untuk Bela Negara.
2. Peningkatan dan perbaikan Pendidikan Keluarga

Meskipun Pendidikan Sekolah memberikan pendidikan Agama yang juga berisi pendidikan budi pekerti, namun kualitas mental dan ahlak anak didik sukar menjadi tujuan utama Pendidikan Sekolah. Pendidikan Sekolah terutama untuk meluaskan dan mendalami ilmu pengetahuan dan teknologi, sekalipun itu disertai pendidikan rohani dan jasmani yang memadai. Waktu yang tersedia bagi Guru terlalu terbatas untuk melakukan pendidikan budi pekerti secara mendalam. Pembentukan karakter atau ahlak dan budi pekerti mewujudkan ketangguhan jiwa yang memerlukan hubungan yang lebih intensif antara pendidik dan anak didik. Oleh sebab itu hanya dapat diberikan dengan baik di lingkungan keluarga, terutama oleh para orang tua kepada anak.
Harus ada usaha bangsa untuk memberikan perhatian jauh lebih besar kepada Pendidikan Keluarga. Pemerintah memfasilitasi usaha itu dengan menetapkan penghasilan yang lebih wajar kepada Pegawai Negeri Sipil dan anggota TNI dan POLRI oleh karena tidak mungkin ada Pendidikan Keluarga kalau penghasilan orang tua begitu minim sehingga terpaksa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan pemberian tauladan. Selain itu Pemerintah dapat mendukung usaha itu dengan mengeluarkan berbagai pedoman melalui departemen pemerintahan yang terkait. Akan tetapi usaha utama sebaiknya dilakukan oleh organisasi sosial seperti perkumpulan keagamaan. Melalui usaha itu dipengaruhi dan didorong para orang tua agar memberikan waktu dan perhatian semestinya kepada pendidikan anaknya. Pimpinan lingkungan pekerjaan, baik Pemerintah dan Swasta, dapat berperan dengan menegor bawahannya yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya. Perlu diadakan gerakan nasional untuk mengajak para orang tua berbuat yang diharapkan.
Kemajuan dalam pelaksanaan Pendidikan Keluarga akan besar pengaruhnya kepada hasil Pendidikan Sekolah. Pendidikan agama yang membentuk ahlak serta budi pekerti anak tidak saja menghasilkan Manusia yang berkarakter tetapi juga sikap disiplin dan keuletan jiwa raga yang mendukung penguasaan ilmu pengetahuan di sekolah.
3. Kegiatan Organisasi Pemuda

Pemuda yang aktif, produktif dan kreatif tidak terwujud hanya dengan rajin belajar ilmu dan menjadi anak baik di rumah. Anak memerlukan kegiatan untuk mengekspresikan segala yang diperoleh di sekolah dan rumah agar merasa dirinya mampu berbuat sesuatu yang nyata. Anak itu ingin membuktikan pada dirinya dan lingkungannya apa yang ia mampu berbuat. Selain itu ia harus dibiasakan hidup bersama orang lain, termasuk mempraktekkan kehidupan demokrasi. Sebab itu perlu banyak organisasi pemuda, baik yang bersifat luar sekolah maupun sebagai bagian sekolah dalam bentuk ekstrakurikuler.
Yang terutama perlu dikembangkan adalah Gerakan Pramuka yang seharusnya tidak hanya memperhatikan banyaknya anggota, tetapi harus mulai memperhatikan mutu yang dihasilkan. Sebagai anggota Kepanduan Internasional (International Boy Scout Movement), Gerakan Pramuka harus dapat menghasilkan berbagai kegiatan yang normal dilakukan oleh organisasi kepanduan. Untuk itu harus ada pembentukan Personil Kader yang memadai jumlahnya dan mutunya.
Selain itu organisasi Karang Taruna juga dapat bermanfaat untuk memberikan kesempatan kepada para pemuda mengekspresikan diri. Dan setiap organisasi pemuda, baik yang bersifat olahraga, politik, budaya dan agama dapat dimanfaatkan untuk itu. Tentu diperlukan pengawasan agar organisasi itu berjalan ke arah yang benar.
4. Menghidupkan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan harus berjalan dalam kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada Pendidikan Sekolah. Oleh sebab itu kegiatan Penelitian dan Pengembangan harus memperoleh dorongan Pemerintah dan Swasta. Juga dalam hal ini perlu ada alokasi anggaran yang jauh lebih memadai untuk kegiatan Litbang di semua bidang, khususnya oleh Pemerintah.
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia harus secara aktif mengembangkan kehidupan ilmiah. Asosiasi kaum profesional, seperti Ikatan Dokter Indonesia, hendaknya tidak hanya bersifat organisasi sosial tetapi juga mengusahakan perkembangan disiplin ilmunya masing-masing. Jurnal ilmu pengetahuan perlu lebih dikembangkan dan merupakan keperluan setiap pakar untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik.
Perlu ada usaha untuk mengintroduksi ilmu pengetahuan kepada kehidupan desa. IPTEK Masuk Desa perlu menjadi kenyataan dan secara kongkrit dapat didukung oleh kehidupan ekonomi desa.Hal ini sudah amat berkembang di RRC dan Taiwan.
5. Penyelenggaraan Wajib Militer
Kita harus melihat Wajib Militer bukan dari aspek militer yang sempit, melainkan sebagai bagian dari usaha pemberdayaan warga negara. Sebagai contoh, di Korea Selatan semua buruh pabrik adalah bekas pewajib militer dan karena itu berfungsi sebagai buruh yang tahu disiplin dan kerja dalam tim. Itu tidak mengurangi kemampuannya untuk melakukan pemogokan apabila hal itu dianggap perlu dalam perjuangannya menghadapi majikan. Dan pada umumnya di Korea Selatan orang hanya dapat memperoleh pekerjaan setamat dari sekolah kalau ia sudah menjalankan wajib militer.
Di Indonesia pun diperlukan Wajib Militer untuk membawa sifat-sifat positif dari dunia militer kepada kehidupan masyarakat. Tidak perlu mengadakan Wajib Militer Umum (Universal Military Service), yaitu semua orang yang mencapai umur dewasa melakukan wajib militer, karena jumlahnya terlalu banyak dan kurang efektif. Sebaiknya diadakan Wajib Militer Selektif (Selective Military Service), yaitu dibatasi pada warga negara yang baru diterima dalam pekerjaan setelah ia tamat sekolah. Dengan besarnya angkatan kerja Indonesia maka setiap tahun tidak kurang dari 1 juta warga negara menjadi angkatan kerja baru.. Mungkin tidak semua orang itu dapat dikenakan wajib militer. Akan tetapi kalau lima puluh prosen saja yang masuk, maka setiap tahun ada wajib militer sekitar setengah juta orang. Hal ini akan sangat memperbaiki kemampuan dan mutu angkatan kerja Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan dan daya tarik untuk investasi.
Di samping Wajib Militer dapat pula diadakan latihan militer yang bersifat sukarela di perguruan tinggi, seperti yang dilakukan di AS dalam bentuk ROTC (Reserve Officers Training Course). Mahasiswa yang secara sukarela bergabung dengan usaha ini menjalani latihan dan pendidikan militer yang membentuknya menjadi Perwira Cadangan. TNI juga dapat mengadakan latihan tertentu untuk para warga negara, seperti dalam pembentukan Pasukan Perlawanan Rakyat atau WANRA. Usaha demikian adalah bagian dari kegiatan territorial TNI.
Untuk melakukan berbagai kegiatan ini TNI harus meningkatkan mutu dari Kadernya, terutama para Bintara yang memegang langsung latihan para pewajib militer dan mahasiswa yang ikut konsep Pa Cadangan di perguruan tinggi maupun yang melatih rakyat untuk WANRA. Di satu pihak para Kader itu harus menunjukkan sikap militer yang selalu korek dan tegas, menguasai dengan sungguh-sungguh segala aspek kemiliteran yang ia berikan dalam latihan, tetapi di pihak lain tidak boleh menimbulkan suasana militeristik. Itu berarti bahwa dalam sikapnya yang tegas para kader selalu terbuka untuk melakukan diskusi tentang hal-hal yang dilatihkan dengan mereka yang ia latih.
Dengan lima program ini dapat dicapai pemberdayaan Sumberdaya Manusia yang memadai guna penyelenggaraan Bela Negara yang lebih efektif. Kita akan memperoleh warga negara yang lebih terdidik dan terlatih yang mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia, Mereka secara individual akan lebih mampu bersaing dengan siapa saja, termasuk dengan bangsa lain. Akan tetapi mereka juga menjadikan masyarakat Indonesia satu keutuhan yang mempunyai kekuatan nyata.

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA.

Kening saya secara otomatis berkerut ketika membaca buku tentang anotomi tubuh khususnya bagian otak. Ternyata semua otak manusia berbentuk sama. Seseorang yang dilahirkan di New Delhi, India atau di Ponorogo, Jawa Timur akan mempunyai bentuk dan ukuran yang mirip. Akhirnya saya berani berkesimpulan, otak orang-orang Indonesia sama dengan otak orang-orang dari negara lain. Yang membedakan adalah bagaimana masing-masing orang mengisi otaknya sehingga mempengaruhi cara berpikirnya. Jadi adalah tidak benar jika seseorang mengatakan bahwa bibit SDM Indonesia termasuk dalam kelas kacangan, bukan bibit unggul. Sehingga kalau ada satu yang kelihatan encer, cepat-cepat mereka mengatakan “O..si A itu perkecualian”.Tentang kharakter sebuah masyarakat, kalau dibaca dari sejarah (terutama setting kerajaan), bukan saja ditanah Jawa, tetapi hampir di semua belahan dunia, selalu diwarnai dengan pertumpahan darah untuk sebuah kursi kekuasan. Lihat saja sejarah di Romawi, Yunani, India apalagi dari dataran Cina. Artinya, sifat dasar masyarakat Indonesia kurang lebih sama dengan mereka-mereka dibelahan dunia yang lain.
Dua paragraph di atas memberikan data bahwa raw material-nya sama apakah itu orang Indonesia atau bukan (asal kakinya masih menginjak di planet yang sama, Bumi). Dalam konteks pemberdayaan SDM Indonesia saya melihat adanya kekuatan eksternal yang lebih kuat dibandingkan faktor internal. Namun sebelum melangkah lebih spesifik tentang SDM, mari kita lihat keberadaan negara kita Indonesia secara makro, yaitu idelogi sebuah negara.
Ideologi bernegara
Premis saya sebagai berikut “Penjajahan merupakan sumber perusak moral bangsa kita”. Saya percaya bahwa mentalitas feodal adalah warisan akibat penjajahan. Mari kita melek bersama, bahwa sekarang ini pemaksaan sebuah ideologi tidak lagi seperti jaman dulu ketika kita dijajah Belanda atau Jepang. Bentuk penjajahan sekarang ini sudah sedemikian halusnya seiring dengan isu globalisasi yang dihembuskan. Seolah kita semua meng-amin-i bahwa negara diseluruh dunia ini sudah menyatu, tidak ada lagi sekat geografis antar negara. Benarkah? Sebentar dulu. Jangan sampai kita terkecoh dan termakan oleh pernyataan ini. Untuk perkembangan teknologi IT, itu benar. Hampir seluruh negara di dunia ini tidak mempunyai kuasa menolak laju perkembangan teknologi ini. Teknologi ini telah mampu menggenggam dunia dalam hitungan detik. Bagaimana dari kaca mata ideologi bernegara? Benarkah seluruh dunia ini akan mempunyai idelogi tunggal? Tentu saja tidak. Itu adalah kharakteristik suatu bangsa. Ketika bungkusan ideologi ini dibuka di atas meja, maka kepada negara yang memiliki teknologilah yang akan men-driven negara lain. Inilah bentuk penjajahan baru.
Faktor eksternal
Faktor eksternal yang patut diwaspadai dalam mensikapi SDM Indonesia adalah globalisasi (perdagangan pasar bebas). Perdagangan pasar bebas bukanlah gosip atau rumor yang kehadirannya masih dipertanyakan. Globalisasi adalah pendatang baru yang sudah beli tiket dan akan datang ke negara kita dan akan menetap untuk jangka waktu yang lama. Siapkah kita? Bagaimana SDM kita menghadapi tamu ini?
Menganggap pembajakan tenaga ahli Indonesia sebagai hal yang lumrah adalah konsep nrimo, seolah kita tidak kuasa terhadap dampak globalisasi ini. Kita membiarkan mereka pergi karena kita tidak mampu bersaing dengan yang membajak. Dua akar permasalahan yang berbeda. Yang pertama, kita biarkan mereka pergi karena ada tawaran yang lebih baik. Alasan perut atau idealisme. Sedangkan yang kedua, ternyata treatment bangsa kita terhadap anak bangsa sendiri masih tergolong rasis dan tidak mempunyai nilai kompetitif. Rasis kok sama bangsa sendiri. Dari dua akar permasalahan tadi, alasan pertama lebih disebabkan karena alasan kedua muncul terlebih dulu.
Tidak mungkin SDM Indonesia yang dibajak adalah mereka-mereka yang hanya berkemampuan di atas rata-rata saja. Paling tidak mereka-mereka yang dibajak ini adalah mereka yang mempunyai kriteria jenis langka dibidangnya, dimana pembajak tidak mempunyai keahliannya.
Dalam era globalisasi, membiarkan SDM yang potensial (100% kemampuannya) dibajak artinya memberi kesempatan SDM negara lain untuk masuk. Akankah kita adu SDM Indonesia yang masih 50% kemampuannya diadu dengan SDM dari India atau Cina (misalnya) yang fully 100% kemampuannya? Kalau mau profesional, adu mereka dengan kekuatan yang sama 100%. Itu namanya profesional dan bukan karena alasan sesama bangsa Indonesia (KKN), yang berkemampuan 50% dimenangkan dan naik daun menjadi pejabat. Ini konyol namanya. Tidak heran, kualitas kita saat ini serba tanggung, akhirnya menghasilkan 4 kasta pejabat. Kasta pertama, berani dan berkemampuan. Kasta kedua, berani tetapi tidak berkemampuan. Kasta ketiga, tidak berani tetapi mempunyai kemampuan, dan yang Kasta keempat, tidak berani dan tidak berkemampuan. Kasta mana yang paling banyak isinya di negara kita? Ada dua, mereka yang berani tetapi tidak berkemampuan (yang penting ngotot dan berdalil “pokoknya”) dan tidak berani tetapi punya kemampuan (nrimo tapi beban batin). Inilah salah satu sumbangsih kita bersama ketika mengikhlaskan para SDM yang berkualitas dibajak oleh negara lain.
Faktor Internal

Membentuk assosiasi keahlian di dalam negeri dalam upaya untuk mencegah lajunya SDM asing masuk ke Indonesia adalah ide bagus. Namun demikian harus juga ditunjukkan kepada mereka bahwa SDM kita memang berpotensi dan siap untuk diadu dengan mereka dipasaran. Kalau pengujinya mempunyai kemampuan lebih rendah dari yang diuji, para SDM luar negeri (India misalnya), bisa-bisa kita dikibuli apalagi para gelehe-gelehe atau nehi-nehi itu jagonya ngomong. Konsekuensinya? Pasang para SDM Indonesia yang handal untuk menghadapi SDM dari luar negeri ini.
Memperkuat barisan SDM di Indonesia. Perlu penghargaan bagi mereka yang memang potensial. Kita tidak usah iri. Mereka wajar untuk memperolehnya sesuai dengan tingkat kemampuan dan karyanya untuk pembangunan bangsa ini. Sambil waktu berjalan, mari manfaatkan sumber alam yang tersisa ini ditunjang dengan infrastruktur yang ada. Itu artinya, ada nilai kompetitif dan tujuan yang jelas mengapa kita jaga orang-orang yang berkualitas untuk berkarya dibidangnya di Indonesia. Ada reward dan pekerjaan yang jelas. Sasaran lainnya adalah ini bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bermasyarakat bahwa gaji yang mereka terima adalah halal (karena memperoleh reward sesuai dengan jenis perkerjaan dan tanggung jawabnya), tidak makan gaji buta.
Kesimpulan
SDM Indonesia saat ini berpencaran kemana-mana tanpa ada arahan yang jelas mau dibawa kemana dan untuk apa. Jumlah ini akan terus bertambah jika kita masih menganggap bahwa pembajakan tenaga ahli Indonesia oleh negara lain adalah hal yang lumrah dan bukan merupakan sebuah ancaman. Adalah tugasnya pemegang kekuasaan (pemerintah) untuk menyiapkan blue print tentang visi kedepan. Teknologi apa saja yang ingin dicapai dan SDM jenis seperti apa yang diperlukan. Adakah kita punya SDMnya sekarang? Kalau ada, dimana? Kalau sudah ketemu, mau diapakan? Kalau belum ada SDMnya, apa rencana kita? Dengan visi yang jelas dan komitmen untuk pembangunan Indonesia, saya melihat ikatan psychologis kebangsaan lebih kuat daripada ikatan material. Ini akan mampu menarik SDM Indonesia dari manapun mereka saat ini mencangkul sawahnya untuk berkumpul bersama dan memikirkan satu perut, yaitu perut rakyat Indonesia.
Salah satu point yang ingin saya tawarkan adalah memperlakukan SDM Indonesia sebagai asset. Mari kita pelihara SDM kita untuk menghadang ideology negara lain. Jangan dilepas. Ini bukan urusan perut orang per orang tetapi keberlangsungan suatu tatanan bernegara yang harus kita junjung tinggi di atas usaha dan kaki kita sendiri. Tentunya, asset jangan sampai dibuang atau dibiarkan begitu saja. Kita teriak-teriak ketika satelit PALAPA kita dijual ke Singapura. Kenapa kita tidak teriak ketika para ahli kita dibidang telekomunikasi ini ditarik oleh Kanada? Kita lebih sayang barangnya melayang daripada SDMnya yang pergi. Perlu digarisbawahi, tidak semua yang pergi keluar negeri karena alasan perut. Banyak dari mereka yang berada diluar karena melihat hal-hal yang aneh di Indonesia untuk ukuran manusia yang beradab.

MENGELOLA KEUANGAN DAERAH



Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Depkeu Mardiasmo menyebutkan, sebagian besar penyebab laporan keuangan pemerintah daerah mendapat opini buruk karena lemahnya manajemen aset. Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya sumber daya manusia, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan padahal dokumen perencanaan dan anggaran tertentu telah disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja.
Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan Arah Kebijakan Umum yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran, DPRD juga mengeluarkan Kebijakan Umum Anggaran, yang mirip dengan Arah Kebijakan Umum tapi dengan program dan kegiatan yang jauh lebih rinci. Arah Kebijakan Umum membatasi pemerintah daerah dalam penyusunan rancangan anggaran sampai batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan Kebijakan Umum Anggaran sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif.(Sumber : Jurnal Otonomi Daerah)
Pengesahan anggaran yang sering tertunda juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap pembahasan sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada pihak legislatif pada bulan Pebruari. Sementara pihak legislatif membutuhkan paling tidak dua bulan untuk membahas rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri.
Anggaran yang disetujui oleh pihak legislatif pada tingkat kegiatan dan wajib menyajikan rincian fungsi, urusan pemerintahan, organisasi, program, kegiatan, jenis, obyek dan rincian obyek belanja. Salah satu konsekuensi mewajibkan rincian pada tingkat kegiatan (satu tingkat di bawah program) adalah pihak legislatif harus menyetujui anggaran di tingkat pengguna anggaran (SKPD) bukannya di tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkat dinas. Persetujuan pada tingkat yang serinci itu membuat anggaran menjadi tidak fleksibel dalam pelaksanaannya dan secara signifikan menyebarkan tanggung jawab pelaksanaan anggaran.
Terlambat
Terlambatnya pengesahan anggaran sering kali menghambat penyelesaian rencana kerja pada akhir tahun anggaran karena sebuah rencana kerja membutuhkan perencanaan yang matang dan mobilisasi sumber daya. Pada akhirnya, walaupun penganggaran yang berbasiskan kas lebih sederhana, seringkali ini berarti pengguna anggaran harus menunggu sampai uang kas tersedia untuk dapat melaksanakan pekerjaan mereka. Dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat seringkali terlambat pencairannya, akibatnya pekerjaan menjadi tertunda dan terpaksa dilakukan kejar target kegiatan menjadi hanya beberapa bulan di akhir tahun. Bukti dari terjadinya jeda pendanaan ini tercermin dari adanya surplus kas yang dimiliki pemerintah daerah pada akhir tahun.
Belanja semua pemerintah daerah di Indonesia mencapai sekitar 30 persen dari total belanja umum pemerintah. Meskipun diwajibkan oleh undang-undang, pemerintah daerah biasanya tidak menyerahkan anggaran yang telah disetujui dan laporan pelaksanaan anggaran secara tepat waktu kepada pemerintah pusat. Terbatasnya kemampuan, terutama untuk daerah-daerah terpencil, merupakan faktor penting, meskipun diakui juga adanya kelemahan koordinasi antara Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri dalam menetapkan standar pelaporan yang konsisten.
Dalam sistem akuntansi pemerintah yang nyata, meski dilakukan pencatatan transaksi dengan basis kas namun telah diadaptasi sedemikian rupa untuk menghasilkan laporan keuangan dalam format yang digunakan untuk akuntansi berbasis akural. Dalam sistem ini laporan penggunaan anggaran disusun berdasarkan catatan-catatan transaksi. Sayangnya, untuk mengubah transaksi berbasis kas ke bentuk laporan yang berbasis akural membutuhkan proses yang menyita waktu untuk memeriksa semua transaksi pendapatan dan belanja, dimana untuk ukuran pemerintah normal dapat mencapai ribuan transaksi, diantaranya adalah penggolongan beberapa jenis pendapatan, pencatatan biaya perolehan asset, perlakuan atas investasi jangka pendek dan pembayaran kembali kelebihan pajak dan retribusi. Beragam laporan keuangan tidak sesuai dengan struktur anggaran yang ditetapkan. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang ini yaitu merupakan tamatan sarjana.
Terbatasnya jumlah PNS yang sarjana, terutama untuk bidang bidang teknis penganggaran, akuntansi dan pengelolaan keuangan merupakan tantangan yang berat, terutama dalam menerapkan peraturan yang didasari ide-ide yang kompleks demi terciptanya tata pemerintahan yang baik.
Kemampuan pemerintah daerah dalam menangani persoalan-persoalan di atas tentu berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan lompatan besar dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik serta peningkatan transparansi keuangannya dengan cara menerapkan pendekatan yang komprehensif dan di saat yang bersamaan mereformasi susunan organisasi dan pengelolaan keuangan serta SDM-nya. Sejauh ini hasil yang diperoleh diantaranya adalah partisipasi masyarakat dalam pembahasan RAPBD, publikasi laporan keuangan termasuk neraca, pengurangan staf administrasi yang cukup besar, dan tersedianya informasi yang cukup lengkap bagi publik. Maka sudah selayaknya agar pemerintah daerah dalam penerimaan CPNS lebih memprioritaskan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi sehingga masalah-masalah yang kompleks berikut ini dapat terselesaikan.***