HIDUPKU UNTUK NEGARAKU.

Hanya untukmulah seluruh yang aku dapatkan untuk membangun kemajuan negara kesayanganku yang selalu tercantum dalam jiwa dan ragaku ini, semoga perjuangan ini bermanfaat bagi negeriku. Rasa syukur saya panjatkan hanya kepdamu ya Allah swt dan bagi keluargaku SURRE TURUBUH semoga anakmu ini selalu menjadi yang terbaik didunia dan akhirat.....amin.
Powered By Blogger

22/01/10

MENGELOLA KEUANGAN DAERAH



Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Depkeu Mardiasmo menyebutkan, sebagian besar penyebab laporan keuangan pemerintah daerah mendapat opini buruk karena lemahnya manajemen aset. Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah daerah. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya sumber daya manusia, buruknya koordinasi dan tidak memadainya teknologi yang digunakan padahal dokumen perencanaan dan anggaran tertentu telah disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini menyulitkan pemerintah daerah karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut. Tidak terdapat indikator untuk mengukur pencapaian target penyediaan layanan yang digunakan dalam perencanaan, serta tidak adanya kaitan dengan indikator target dalam anggaran tahunan yang berbasiskan kinerja.
Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan Arah Kebijakan Umum yang berfungsi sebagai panduan kebijakan umum bagi eksekutif dalam menyusun rancangan anggaran, DPRD juga mengeluarkan Kebijakan Umum Anggaran, yang mirip dengan Arah Kebijakan Umum tapi dengan program dan kegiatan yang jauh lebih rinci. Arah Kebijakan Umum membatasi pemerintah daerah dalam penyusunan rancangan anggaran sampai batas rincian yang mungkin tidak realistis atau tidak praktis. Hasilnya, rancangan anggaran yang dihasilkan akan terlihat berbeda dengan Kebijakan Umum Anggaran sehingga menyebabkan konflik antara DPRD dan Eksekutif.(Sumber : Jurnal Otonomi Daerah)
Pengesahan anggaran yang sering tertunda juga merupakan hal yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap pembahasan sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan. Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, kadang eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada pihak legislatif pada bulan Pebruari. Sementara pihak legislatif membutuhkan paling tidak dua bulan untuk membahas rancangan anggaran tersebut untuk memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensi tidak dapat disahkannya anggaran sesuai jadwal, berarti pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek di luar belanja rutin, seperti gaji pegawai negeri.
Anggaran yang disetujui oleh pihak legislatif pada tingkat kegiatan dan wajib menyajikan rincian fungsi, urusan pemerintahan, organisasi, program, kegiatan, jenis, obyek dan rincian obyek belanja. Salah satu konsekuensi mewajibkan rincian pada tingkat kegiatan (satu tingkat di bawah program) adalah pihak legislatif harus menyetujui anggaran di tingkat pengguna anggaran (SKPD) bukannya di tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkat dinas. Persetujuan pada tingkat yang serinci itu membuat anggaran menjadi tidak fleksibel dalam pelaksanaannya dan secara signifikan menyebarkan tanggung jawab pelaksanaan anggaran.
Terlambat
Terlambatnya pengesahan anggaran sering kali menghambat penyelesaian rencana kerja pada akhir tahun anggaran karena sebuah rencana kerja membutuhkan perencanaan yang matang dan mobilisasi sumber daya. Pada akhirnya, walaupun penganggaran yang berbasiskan kas lebih sederhana, seringkali ini berarti pengguna anggaran harus menunggu sampai uang kas tersedia untuk dapat melaksanakan pekerjaan mereka. Dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat seringkali terlambat pencairannya, akibatnya pekerjaan menjadi tertunda dan terpaksa dilakukan kejar target kegiatan menjadi hanya beberapa bulan di akhir tahun. Bukti dari terjadinya jeda pendanaan ini tercermin dari adanya surplus kas yang dimiliki pemerintah daerah pada akhir tahun.
Belanja semua pemerintah daerah di Indonesia mencapai sekitar 30 persen dari total belanja umum pemerintah. Meskipun diwajibkan oleh undang-undang, pemerintah daerah biasanya tidak menyerahkan anggaran yang telah disetujui dan laporan pelaksanaan anggaran secara tepat waktu kepada pemerintah pusat. Terbatasnya kemampuan, terutama untuk daerah-daerah terpencil, merupakan faktor penting, meskipun diakui juga adanya kelemahan koordinasi antara Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri dalam menetapkan standar pelaporan yang konsisten.
Dalam sistem akuntansi pemerintah yang nyata, meski dilakukan pencatatan transaksi dengan basis kas namun telah diadaptasi sedemikian rupa untuk menghasilkan laporan keuangan dalam format yang digunakan untuk akuntansi berbasis akural. Dalam sistem ini laporan penggunaan anggaran disusun berdasarkan catatan-catatan transaksi. Sayangnya, untuk mengubah transaksi berbasis kas ke bentuk laporan yang berbasis akural membutuhkan proses yang menyita waktu untuk memeriksa semua transaksi pendapatan dan belanja, dimana untuk ukuran pemerintah normal dapat mencapai ribuan transaksi, diantaranya adalah penggolongan beberapa jenis pendapatan, pencatatan biaya perolehan asset, perlakuan atas investasi jangka pendek dan pembayaran kembali kelebihan pajak dan retribusi. Beragam laporan keuangan tidak sesuai dengan struktur anggaran yang ditetapkan. Untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang ini yaitu merupakan tamatan sarjana.
Terbatasnya jumlah PNS yang sarjana, terutama untuk bidang bidang teknis penganggaran, akuntansi dan pengelolaan keuangan merupakan tantangan yang berat, terutama dalam menerapkan peraturan yang didasari ide-ide yang kompleks demi terciptanya tata pemerintahan yang baik.
Kemampuan pemerintah daerah dalam menangani persoalan-persoalan di atas tentu berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan lompatan besar dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik serta peningkatan transparansi keuangannya dengan cara menerapkan pendekatan yang komprehensif dan di saat yang bersamaan mereformasi susunan organisasi dan pengelolaan keuangan serta SDM-nya. Sejauh ini hasil yang diperoleh diantaranya adalah partisipasi masyarakat dalam pembahasan RAPBD, publikasi laporan keuangan termasuk neraca, pengurangan staf administrasi yang cukup besar, dan tersedianya informasi yang cukup lengkap bagi publik. Maka sudah selayaknya agar pemerintah daerah dalam penerimaan CPNS lebih memprioritaskan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi sehingga masalah-masalah yang kompleks berikut ini dapat terselesaikan.***

Tidak ada komentar: